16 JUNI 2014 PUKUL 10.00 WIB PERESMIAN SENDANGSONO SETELAH RENOVASI

Senin, 14 Oktober 2013

DICARI: ORANG BERDOSA !


Saudara-saudari terkasih,

Tiga nama lekat dalam benak saya. Mereka Jokowi, Paus Fransiskus, dan berbeda dari yang pertama dan kedua, Vicky Prasetyo. Jokowi, seorang kader PDIP, menciptakan Jokowi effect. Banyak orang memelesetkan Jokowi dengan Jokowow! Gereja Katolik Roma memiliki Paus Fransiskus yang mampu menciptakan efek Fransiskus. Ia Fransiswow! Kosakata mereka menjadi trending topics. Tindakan mereka menjadi buah bibir dan menggerakkan banyak orang untuk bertindak serupa. Beda keduanya dari sosok fenomenal Vicky Prasetyo yang “mengejar apresiasi” dengan merakit kosakata: “twenty nine my age,” “kontroversi hati,” “konspirasi kemakmuran,” “harmonisasi dari hal-hal terkecil sampai hal-hal terbesar,” “mengkudeta keinginan,” “mempertakut, mempersuram statusisasi,” dan “labil ekonomi.” Menurut ibunya, kata-kata anaknya intelek, bahkan memiliki kandungan filsafat! 
Anna Romano, 35, bekerja sebagai pramuniaga sebuah toko. “Tentang cinta,” tuturnya, “aku gagal total.” Ia pernah menikah muda, tetapi berakhir dengan perceraian. Terakhir ia dekat dengan seorang laki-laki yang mengaku statusnya masih bujangan. Ternyata calon ayah bayi yang dikandungnya itu telah beristri. Laki-laki itu bahkan memaksanya untuk aborsi. Pada saat kalut, ia teringat seseorang dan ambil keputusan untuk menulis suratnya. Alamat surat Vatikan dan penerimanya Paus Fransiskus. 

“Paus Fransiskus, dalam pembicaraan telepon, mengkhawatirkan keadaanku. Ia berbicara denganku dari hati ke hati sebagai seorang sahabat. Ia meyakinkanku bahwa janin dalam kandunganku kado dari Allah. Ia menenangkanku. Hatiku berliput sukacita. Pembicaraan dengannya mengubah hidupku. Jika anakku lahir laki-laki, aku akan menamainya Fransiskus.” 

Paus Fransiskus membawa angin sejuk perubahan dalam pemahaman dan praktek sakramen rekonsiliasi gereja Katolik. Umat Katolik, yang selama beberapa waktu meninggalkan gereja karena mengganggap gereja kehilangan relevansinya pada zaman ini, berbondong-bondong kembali ke pangkuan gereja. Mereka menyemut dalam antrian di kamar sakramen rekonsiliasi. Para imam di Inggris dan Wales mengungkap peningkatan lebih dari 30%, bahkan sampai 60 % jumlah umat yang memohon pelayanan sakramen rekonsiliasi. Banyak orang muda datang ke kamar sakramen rekonsiliasi dengan smart phone di tangan yang menyediakan aplikasi panduan merayakan sakramen ini. Berjumpa dengan mereka, Para imam tampil lebih informal, tidak protokoler, dalam pelayanan rekonsiliasi.

Menyimpang dari Jalan

Saudara-saudari,
Kita, para pendosa, seringkali memilih tetap berada di luar kamar sakramen rekonsiliasi. Kita seringkali mengira mustahil Allah mengaruniakan pengampunan. Alasannya, kita telah berbuat keburukan-keburukan dalam hidup. Meminjam bahasa Kitab Keluaran hari ini, kita “rusak perilakunya.” Kita “menyimpang dari jalan yang Allah perintahkan.” Menanggapi para peniten yang menyadari kedosaannya, Paus Fransiskus bertutur,

“Datanglah kepada Yesus! Ia berkenan bercengkerama dengan kita mengenai perkara-perkara berat kehidupan. Ia melupakan dosa-dosa kita, mencium kita, dan merengkuh kita dalam pelukan-Nya. Ia bersabda, ‘Aku tidak menghukummu. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.”

Allah, dalam Kitab Keluaran, menarik murka dan rancangan malapetaka terhadap umat-Nya. Padahal, penyembahan patung lembu emas merenggangkan, bahkan memutus hubungan umat dengan Allah. Nampak mustahil? Ya! Mustahil? Tidak! Cinta Allah kepada umat manusia besar sekali. Umat Allah, melalui perantaraan Musa, mengungkapkan keteguhan imannya untuk datang kembali kepada Allah. Meskipun bacaan Kitab Keluaran tidak mengisahkannya secara mendetail, mereka mengungkapkan pertobatan karena telah menolak keselamatan Allah. 
Injil hari ini juga menampilkan gambaran yang sangat indah mengenai pegampunan Allah. Allah tampil sebagai seorang Gembala yang meninggalkan sembilan puluh sembilan domba demi seekor dombanya yang hilang. Nampak mustahil? Ya! Mustahil? Tidak! Ketersesatan, dalam Injil Lukas, menyimbolkan keengganan, bahkan penolakan umat manusia terhadap rahmat keselamatan. Mesipun enggan, bahkan menolak-Nya, Allah mencari kita, para pendosa. Injil menggarisbawahi Allah yang mencari kita dengan perumpamaan seorang perempuan yang mencari dirham yang hilang sampai berhasil menemukannya. Kita, saudara-saudari dan saya, domba atau dirham yang hilang yang Allah mencarinya. Bukankah pengalaman demikian yang sejatinya dialami Anna Romano? Bukankah pengalaman demikian yang ditawarkan gereja dalam sakramen rekonsiliasi? 

Bukan Mesin Cuci Dosa

Saudara-saudari,
Sebagian dari kita memandang sakramen rekonsiliasi seperti sebuah mesin cuci dosa. Betapa sering kita membayangkan datang kepada Allah seperti kita membawa sekeranjang pakaian kotor ke mesin cuci. Pakaian kotor masuk ke mesin cuci dosa dan hanya dengan sekali tekan tombol kita keluar darinya dalam keadaan putih bersih. Ia pasrah ketika mesin cuci bergerak dari ‘prewash’, ‘wash’, ‘press,’ ‘spin’, dan ‘dry.’ Gambaran sakramen rekonsiliasi seperti mesin cuci otomatis sepintas menarik. Namun, gambaran demikian menekankan siksaan Allah yang harus diderita manusia terlebih dahulu sebelum Ia menyelamatkan kita. Dalam gambaran sakramen rekonsiliasi ibaratnya mesin cuci, tak ada kelembutan hati Allah. Padahal, dalam sakramen rekonsiliasi, manusia justru mengalami sosok Allah yang lemah lembut.
Dalam sebuah wawancara eksklusif, Paus Fransiskus menerima pertanyaan, “Siapakah Jorge Mario Bergoglio?” “Saya tidak tahu yang mungkin menjadi deskripsi paling tepat. Saya pendosa. Ini definisi paling tepat. Kalimat ini bukan kiasan sastra. Aku seorang pendosa. Simpulan ini datang dari dalam diri saya, dan simpulan ini benar. Aku seorang pendosa. Sebagaimana terhadap Matius pemungut cukai, Tuhan memandangku dengan penuh belas kasih dan memilih saya. Matius pemungut cukai awalnya memegangi kantong-kantong berisi uang itu dan memberikan tanda kepada Yesus bahwa ia bukan orang yang ia cari. Namun telunjuk Yesus memang tertuju padanya. Telunjuk Yesus juga tertuju padaku. Oleh karena itu, aku memilih motto ‘dengan berbelas kasih dan memilih Allah’ (miserando atque eligendo). Aku seorang pendosa, tetapi percaya akan belas kasih dan kesabaran Tuhan kita Yesus Kristus yang tanpa batas. Aku menerima pengangkatan sebagai Paus dalam semangat pertobatan.”
Paus Fransiskus belajar banyak dari hidup iman umat. Rasa malu akan dosa-dosa merupakan sebuah keutamaan yang menyiapkan umat menerima pengampunan Allah. Mereka mengalami Allah sebagai berbelas kasih. Paus Fransiskus meminta secara khusus kepada para pelayan sakramen rekonsiliasi agar jangan menghalangi umat untuk datang kepada Allah. Yesus mengajukan kritik keras kepada kaum Farisi karena mereka kehilangan rasa malu atas dosa-dosa mereka. Alih-alih memfasilitasi, para Farisi itu menghalangi-halangi, bahkan menutup jalan mereka yang hendak berjumpa dengan Allah. Panggilan kita bukan menjadi polisi, apalagi sipir iman, seperti kaum Farisi dalam Injil. Ormas-ormas agama mengangkat diri sebagai polisi iman dengan aksi-aksi intoleran terhadap komunitas-komunitas beriman lain yang di matanya menyimpang dari ajaran iman yang benar. Panggilan kita menjadi fasilitator iman. Anna Romano telah mengalami Paus Fransiskus sungguh sebagai seorang sahabat yang menyapa, bahkan merengkuhnya ketika ia bergumul dengan persoalan. Dicari: orang berdosa. Kita, bukan orang lain, yang dicari Tuhan hari ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar