16 JUNI 2014 PUKUL 10.00 WIB PERESMIAN SENDANGSONO SETELAH RENOVASI

Sabtu, 14 Juni 2014

Musafir dan PUCI: Sebuah Gerakan Misionaris Awam



sumber : http://msfmusafir.wordpress.com/
 
Gerakan Misionaris Awam merupakan suatu gejala penting dalam kehidupan misioner Gereja pada abad ini. Gerakan itu terdiri dari orang-orang yang, sebagai anggota Gereja, merasa sangat sadar akan tanggung jawab mereka atas tugas misi “ad gentes”. Tanggung jawab itu berasal dari sakramen baptis yang mempersatukan mereka dengan Kristus seperti cabang-cabang dengan pokok anggur dan menempatkan mereka dalam Gereja sebagai anggota-anggota suatu tubuh yang hidup.
Tahun lalu di Filipina para pekerja Gereja mengatakan pada akhir pertemuan pertama Para Misionaris Awam bahwa kegiatan-kegiatan dalam pertemuan mereka mendorong mereka dan mengembangkan gagasan mereka tentang bagaimana memperbaiki karya mereka. Dalam kotbahnya, Kardinal Vidal mengakui bahwa panggilan para misionaris awam itu “sulit dipenuhi.” Namun, dia mengingatkan mereka bahwa sejauh mereka percaya, “Yesus adalah pemilik tuaian, dan bahwa tuaian itu selalu berlimpah,” dan jika mereka ingat untuk berdoa kepada-Nya, maka “berbagai kesulitan dapat diatasi.”
MSF
Sepanjang kehadirannya, kongregasi para Misionaris Keluarga Kudus di Kalimantan dan Java menyadari betapa banyak mereka berhutang budi kepada kaum awam dari negeri Belanda dalam karya pewartaan Injil mereka. Mereka itu antara lain
 orang tua,  sahabat-sahabat dan penderma-penderma yang menopang kebutuhan Misionaris Keluarga Kudus yang sedang dididik di Belanda dan lebih luas karya misi MSF di Kalimantan dan di Java dimungkinkan oleh kerjasama mereka.
Pater Berthier (pendiri kongregasi MSF) memandang orang-orang yang membantu karya misi sebagai sumber daya yang tak ternilai dan sebagai bagian dari Misionaris Keluarga Kudus. Mereka mengambil bagian dalam jasa-jasa para misionaris sendiri. Mengembangkan kepemimpinan kaum awam adalah dasar utama untuk merintis jemaat baru di daerah dimana tidak ada gereja. Tidak cukup mengandalkan pastor untuk mencapai sasaran ini, maka diperlukan peranan dan usaha kaum awam. Pekerjaan utama para perintis ialah memperlengkapi kaum awam dalam pelayanan. Efesus 4:11,12 mengatakan bahwa Allah memberi gereja setempat “rasul-rasul (utusan Injil, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala, ketua ketua jemaat dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi umat Allah bagi pekerjaan-pelayanan dalam membangun tubuh Kristus.”
Dewasa ini para misionaris MSF menginginkan agar orang-orang awam ini, dari tingkat sosial dan benua manapun dapat merasuk lebih dalam lagi ke dalam “kehidupan” Keluarga Kudus, dan agar mereka, dengan dijiwai oleh spiritualitas Keluarga Kudus yang sama, hidup dan mengambil bagian secara istimewa dalam kegiatan-kegiatan tarekat MSF.
Majalah Musafir yang beredar sekarang hanya sebagai majalah intern untuk para pastor MSF di Kalimantan bisa berkembang lebih luas untuk orang tua, sahabat-sahabat dan penderma-penderma yang jaringan sedang digarap.
Team kerasulan misioner MSF Kalimantan telah berusaha, mempromosikan pada umat Pater Pendiri dan semangatnya, membuat Kalender MSF th 2006, 2007, 2008, akan mencetak buku kumpulan doa Berthier dan buku tentang Berthier, telah memperbanyak foto pendiri P. Berthier untuk dipasang di pastoran.
Dalam majalah Musafir muncul artikel mengenai P. Berthier, hidup keluarga, masalah perkawinan, berita Domus dengan  para Rektor Domus sebagai penanggungjawab, humor ala MSF Kalimantan, komik, ulang tahun,  kaum muda, kupon berhadiah, dll. Kata-kata mutiara P. Berthier sedang diusahakan untuk terbitan khusus beserta buku kecil riwayat hidupnya. Majalah terbit tiga bulan sekali dan  ditujukan kepada para pastor MSF.
Ada pun hadir “Gema Warta” di Balikpapan (dapur Musafir) sebuah initiatif awam, kaum muda, yang bisa dirangkulkan untuk menuangkan pengalamannya. Salah satu sarana terbitan insidentel waktu Natal dan Paskah. Inisiatif ini sejak awal disambut positif oleh umat di Balikpapan. Dengan demikian, umat bisa menjadi misionaris awam meski  pekerjaan pokok mereka di perusahaan minyak seperti Total dan Chevron.
Kami tidak bermaksud untuk menaruh beban “materi” pada umat. Karena pengalaman umat akan dibentuk dengan lebih baik dan kuat sebelum membicarakan hal-hal seperti uang, honor dan proyek pembangunan, rehab gedung gereja. Sejak awal sudah diusahakan melipatgandakan umat.
Melipatgandakan dengan dua prinsip:
Merintis kaum awam supaya mereka mempunyai visi misioner. Kemudian dengan metode yang tidak langsung: sharing, kunjungan, pendalaman Kitab Suci dll.
Selain lewat majalah Musafir orang awam harus menjadi saksi yang dapat dipercaya dengan menjadikan kerasulan awam sebagai fokus utama mereka. Para politisi misalnya harus mempraktekkan semangat Injil dalam kehidupan sosial. Mereka harus memperjuangkan keadilan sosial, hak asasi manusia, dan demokrasi. Mereka harus menolak diskriminasi, menciptakan persatuan, serta menjadi warga negara yang bertanggungjawab dan dapat dipercaya dalam mengembangkan berbagai bidang tugas mereka masing-masing. Umumnya karya kaum awam hingga kini masih terbatas.
Umat Katolik didesak untuk ikut berusaha mewujudkan cita-cita Gereja lokal yaitu mandiri, berdaya pikat, dan misioner. Agar ini bisa terwujud perlu menghidupkan kerasulan Awam lewat media komunikasi antara awam dan klerus, dan antar-kaum awam sendiri.
Kaum muda Katolik butuh pendampingan spiritual guna membantu mereka untuk tidak bersikap apatis, konsumerisme, hedonisme dan egoisme.  Dalam diri orang muda masih kurang banyak untuk bersedia terlibat dan bertanggungjawab dalam kehidupan Gereja. Menerapkan nilai-nilai kristen itu dalam melakukan pekerjaan dengan jujur, disiplin, dan tanggungjawab. Cita-cita pater Berthier lewat “Bode van de Heilige Familie” (= Bentara Keluarga Kudus) mendorong para misionaris MSF ke arah yang sama.
PUCI: salah satu bentuk keterlibatan kaum awam.
Dewan Propinsi MSF Kalimantan mulai mengedarkan celengan untuk karya pendidikan imam MSF:
“Persembahan Untuk Calon Imam”-PUCI. Lewat cara sederhana tetapi efektif Gerakan Misionaris Awam bisa nampak. Semoga berhasil dalam karya misi kita semua.
Lama sekali kebudayaan “menyimpan duit” di celengan berakar di Eropa.
Kota Amsterdam memiliki sebuah museum khusus (“Spaarpotten Museum”) dimana bisa lihat segala bentuk celengan dari masa ke masa.
 Ordo maupun kongregasi mengumpulkan dana untuk karya misi. Sebelah kiri adalah celengan celengan “biasa” dari Capusin, Monfortan, OMI maupun dari umat Protestan.
Suatu Sekolah Minggu di Amersfoort dalam bentuk gereja dimana anak anak mensumbangkan “dollar” lewat atapnya. Tujuan pembangunan jemaat di Sulawesi.
 
Diatas ada beberapa contoh celengan.
No. 1 berasal dari abad kelimabelas di kota Dordrecht.
Amsterdam tidak ketinggalan untuk mengumpulkan duit untuk club sepakbola favorit mereka AJAX (no. 2).
No 3 dan 4 adalah celengan modern.
Bentuk babi adalah yang paling popular. Bentuk celengan “hot” sebaiknya anda sendiri saksikan di museum Amsterdam.

Sekali setahun waktu saya masih kecil, saya dibawa oleh orang tua saya  untuk bertemu dengan tante saya di biara suster di Den Haag. Di ruang tamu ada sebuah “Nikker”. Di tangannya dimohon letakkan beberapa keping sen dan lewat engsel yang  genius duit itu hilang dalam mulutnya.
Terima kasih, untuk misi komentarnya. Laris sekali untuk anak anak. Setelah kunjungan ke tante, bapa saya tidak punya lagi uang kecil. “Nanti, di rumah boleh dilanjutkan mainan itu untuk dimasukan dalam celengan MSF” katanya. Dalam hati saya celengan tante saya lebih menarik.
Terbukti celengan MSF Belanda berhasil.
Semoga PUCI MSF Kalimantan dan majalah MUSAFIR sebagai salah satu karya missioner menjadi daya dorong bagi keterlibatan kaum awam yang misioner.
(P.Sinnema MSF)
Teks di PUCI MSF KALIMANTAN:
“Muliakan TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya” Amsal 3:9-10

PEZIARAHAN SENDANGSONO DITATA ULANG

PEZIARAHAN SENDANGSONO DITATA ULANG
Sumber : Tribun news

YOGYAKARTA – Tempat ziarah umat Katolik Sendangsono, yang terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo ditata ulang. 

Tempat ziarah tersebut akan diperluas dan direnovasi. Langkah ini dilakukan untuk menghadirkan kembali peristiwa baptisan pertama kali di wilayah Keuskupan Agung Semarang pada 1904. Uskup Agung Semarang Johanes Pujasumarta mengatakan, rencananya Sendangsono diresmikan pada 16 Juni mendatang. 

Dia mengatakan, Sendangsono merupakan tempat yang penting karena memuat sejarah tumbuh dan berkembangnya umat Katolik di wilayah keuskupan Agung Semarang yang meliputi Jawa Tengah dan DIY. ”Kami mengundang Gubernur Sri Sultan untuk membukanya,” katanya,
Dia berharap, pada peresmian Sendangsono bisa menjadi berkah bagi seluruh umat dan masyarakat di sekitarnya. Tempat tersebut tentu akan banyak dikunjungi dan akan banyak rezeki yang bisa didapat dari masyarakat setempat. Menurut dia, merujuk sejarah Sendangsono, pada 14 Desember 1904 ada pembaptisan di Sendangsono oleh Romo Van Lith. Itu merupakan pembaptisan pertama kali di wilayah keuskupan Agung Semarang. 

Sekitar 108 tahun setelah peristiwa tersebut, Keuskupan Semarang menyadari untuk menata ulang Sendangsono. Dia mengatakan, penataan Sendangsono sudah berlangsung selama dua tahun terakhir ini. Goa Maria di Sendangsono dibangun jalan yang menuju tempat padusan yang berada di Taman Rosario. Sri Sultan HB X mengungkapkan, penataan kawasan tersebut dalam pengembanganya, sebaiknya dapat dibicarakan dengan Bupati Kulonprogo. 

Tujuannya tidak lain seupaya lebih jelas dan dapat dipastikan batasannya. ”Apakah kawasan kecamatan atau kelurahan tidak hanya sekadar objeknya, tentu dengan tidak mengubah kawasan pengembangan yang sudah ada,” kata Sultan. Raja Keraton Yogyakarta ini juga mengusulkan agar di sekitar Sendasono ditanami pohon berjangka panjang pertumbuhannya. 

Selain itu, dapat pula disisipkan tanaman yang cepat tumbuh dan besar. ”Kalau bisa diusahakan tanaman langka yang berfungsi sebagai penahan resapan air sehingga kawasan tersebut konservasinya dapat terjaga,” usul Sultan. Menurut Sultan, dengan adanya Undang-Undang Kestimewaan (UUK) DIY, Pemda DIY memang berniat mengembangkan desa-desa budaya, seperti halnya Sendangsono di Kelurahan Banjaroya. 

Nantinya dapat dikembangkan dari desa budaya menjadi desa wisata. Tentu saja dengan persiapan dan keterlibatan penduduk setempat untuk menerima wisatawan di desanya, seperti halnya menyiapkan penginapan atau home stay dan makanan tradisional. Untuk home stay dan makanan tradisional bisa dikelola ibu-ibu PKK setempat atau melibatkan koperasi. Koperasi diharapkan dapat membantu meminjamkan modal bagi masyarakat, tentu saja dengan bunga yang terjangkau. 

”Sehingga orang luar daerah yang berkunjung ke Yogyakarta, terasa belum lengkap kalau belum datang dan menginap di kawasan Sendangsono,” ujarnya. ridwan anshori