Alkisah, di suatu desa yang subur kaya makmur, penduduknya nan sejahtera dan ramah. Hasil bumi melimpah, relasi rukun. Tersebutlah suatu biara yang dihuni oleh pendeta-pendeta yang sangat dihormati oleh seluruh penduduk dan pemimpin desa tersebut. Biara itu dipimpin oleh seorang pendeta yang sangat disepuhkan walau belum renta. Dia dianggap sangat bijak, olah batin dan kanuragannya mumpuni. Setiap kata didasarkan pada ajaran-ajaran biaranya.
Suatu hari, desa itu diguyur hujan yang sangat lebat dan berlangsung berhari-hari.
Sungai yang melintas di desa meluap menggenangi sawah dan akhirnya seluruh desa. Semua warga diungsikan ke bukit di sebelah Utara. Tinggal satu orang yang masih tersisa di atap biara, yaitu pimpinan. Kepala desa mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk mengevakuasi menggunakan perahu karet sumbangan Raja. "Pendeta yang terhormat, kemarilah..kami akan menyelamatkan Anda" ajak komandan Hansip. "Pergilah ! Aku percaya Tuhan akan menyuruh malaikatNya menyelamatkanku"sahut sang pendeta. Tak berapa lama, datang tim SAR utusan komandan perang kerajaan. "Pendeta,air bah akan semakin tinggi, tanggul sudah tidak kuat menahan aliran sungai. Raihlah tali itu, semua warga cemas akan keselamatan Pendeta" bujuk tim SAR. "Aku yakin Tuhan akan menyelamatkanku dengan tanganNya. Kembalilah kalian ke bukit" sang Pendeta masih ngeyel. Dengan berat hati dan ngedumel "Pendeta kok atos temen yo...", tim SAR kembali ke bukit bersama para pengungsi. Beberapa saat kemudian terdengar dentuman tanda jebolnya tanggul sungai. Dan desa itu pun tenggelam total, tak ada yang terlihat di permukaan, tersapu derasnya air bah. Di dunia yang lain, arwah pendeta bertemu Tuhan. "Tuhan, Panjenengan janji mau menyelamatkan siapa saja umatMu yang percaya akan keselamatan, percaya akan kebesaranMu. Tapi mana ? Siang malam, pagi sore kubaktikan hidup untukMu,mengajar ajaranMu,berdoa selalu...kenapa aku tidak diselamatkan saat banjir ? Mana malaikatMu ? Mana bidadariMu ?"protes pendeta dengan jengkel. "Dasar pendeta oon...kamu pikir itu utusan kepala desa siapa yang menyuruh ? Siapa yang bisa membuat tim SAR sampai di depanmu untuk membujukmu ? Aku sengaja menunda jebolnya tanggul itu supaya utusan kepala desa dan tim SAR bisa menyelamatkanmu"jawab Tuhan enteng. Suatu saat, KITA MERENCANAKAN TUHAN MENENTUKAN tanpa kita sadari menjadi TUHAN MERENCANAKAN KITA MENENTUKAN... Sesalnya seorang gadis ketika pilihannya pada jejaka nan rupawan, kaya dan berpendidikan tinggi ternyata salah saat dia mengetahui suaminya itu ternyata suka 'jajan plus melenceng' dan pemuda miskin dan beda status sosial yang pernah dicampakan niatnya sekarang menjadi seorang ayah dan kepala keluarga yang baik walau hidup sederhana. Sesalnya seorang pelajar yang gagal dalam studi karena selalu tak mengindahkan nasehat guru dan orang tuanya untuk belajar. Banyak sesal-sesal yang datang karena ketulian, kebutaan dan keangkuhan ego kita... Suara-suara Tuhan bukanlah sesuatu yang nyata. Tuhan menggunakan orang di sekitar kita... Maafkan untuk ketulian hati ini.... Bumi untuk Langit.
Sungai yang melintas di desa meluap menggenangi sawah dan akhirnya seluruh desa. Semua warga diungsikan ke bukit di sebelah Utara. Tinggal satu orang yang masih tersisa di atap biara, yaitu pimpinan. Kepala desa mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk mengevakuasi menggunakan perahu karet sumbangan Raja. "Pendeta yang terhormat, kemarilah..kami akan menyelamatkan Anda" ajak komandan Hansip. "Pergilah ! Aku percaya Tuhan akan menyuruh malaikatNya menyelamatkanku"sahut sang pendeta. Tak berapa lama, datang tim SAR utusan komandan perang kerajaan. "Pendeta,air bah akan semakin tinggi, tanggul sudah tidak kuat menahan aliran sungai. Raihlah tali itu, semua warga cemas akan keselamatan Pendeta" bujuk tim SAR. "Aku yakin Tuhan akan menyelamatkanku dengan tanganNya. Kembalilah kalian ke bukit" sang Pendeta masih ngeyel. Dengan berat hati dan ngedumel "Pendeta kok atos temen yo...", tim SAR kembali ke bukit bersama para pengungsi. Beberapa saat kemudian terdengar dentuman tanda jebolnya tanggul sungai. Dan desa itu pun tenggelam total, tak ada yang terlihat di permukaan, tersapu derasnya air bah. Di dunia yang lain, arwah pendeta bertemu Tuhan. "Tuhan, Panjenengan janji mau menyelamatkan siapa saja umatMu yang percaya akan keselamatan, percaya akan kebesaranMu. Tapi mana ? Siang malam, pagi sore kubaktikan hidup untukMu,mengajar ajaranMu,berdoa selalu...kenapa aku tidak diselamatkan saat banjir ? Mana malaikatMu ? Mana bidadariMu ?"protes pendeta dengan jengkel. "Dasar pendeta oon...kamu pikir itu utusan kepala desa siapa yang menyuruh ? Siapa yang bisa membuat tim SAR sampai di depanmu untuk membujukmu ? Aku sengaja menunda jebolnya tanggul itu supaya utusan kepala desa dan tim SAR bisa menyelamatkanmu"jawab Tuhan enteng. Suatu saat, KITA MERENCANAKAN TUHAN MENENTUKAN tanpa kita sadari menjadi TUHAN MERENCANAKAN KITA MENENTUKAN... Sesalnya seorang gadis ketika pilihannya pada jejaka nan rupawan, kaya dan berpendidikan tinggi ternyata salah saat dia mengetahui suaminya itu ternyata suka 'jajan plus melenceng' dan pemuda miskin dan beda status sosial yang pernah dicampakan niatnya sekarang menjadi seorang ayah dan kepala keluarga yang baik walau hidup sederhana. Sesalnya seorang pelajar yang gagal dalam studi karena selalu tak mengindahkan nasehat guru dan orang tuanya untuk belajar. Banyak sesal-sesal yang datang karena ketulian, kebutaan dan keangkuhan ego kita... Suara-suara Tuhan bukanlah sesuatu yang nyata. Tuhan menggunakan orang di sekitar kita... Maafkan untuk ketulian hati ini.... Bumi untuk Langit.
Pernah saya muat di Catatan Facebook.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar